Jumat, 23 Oktober 2009

Zakat Fitrah Menggunakan Uang?

Zakat Fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Kata Fitrah yang ada merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan izin Allah akan kembali fitrah.

Pada prinsipnya seperti definisi di atas, setiap muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya , keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa, anak kecil, laki-laki maupun wanita. Berikut adalah syarat yang menyebabkan individu wajib membayar zakat fitrah:

  • Individu yang mempunyai kelebihan makanan atau hartanya dari keperluan tanggungannya pada malam dan pagi hari raya.
  • Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir bulan Ramadhan dan hidup selepas terbenam matahari.
  • Memeluk Islam sebelum terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan dan tetap dalam Islamnya.
  • Seseorang yang meninggal selepas terbenam matahari akhir Ramadhan
Besar zakat yang dikeluarkan menurut para ulama adalah adalah sebesar satu sha' atau kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.5 kg makanan pokok (tepung, kurma, gandum, aqith) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan (Mazhab syafi'i dan Maliki)
Penerima Zakat secara umum ditetapkan dalam 8 golongan/asnaf (fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil) namun menurut beberapa ulama khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua golongan pertama yakni fakir dan miskin. Pendapat ini disandarkan dengan alasan bahwa jumlah/nilai zakat yang sangat kecil sementara salah satu tujuannya dikelurakannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya.

Zakat Fitrah Menggunakan Uang?

Masalah ini termasuk di antara kajian yang banyak menjadi tema pembahasan di kalangan umat Islam. Bahkan menimbulkan perbedaan pendapat. Sebagian melarang pembayaran zakat fitrah menggunakan uang secara mutlak, sebagian membolehkan dengan bersyarat, dan sebagian membolehkan tanpa syarat. Tulisan ini bukanlah dalam rangka menghakimi dan memberi kata putus untuk perselisihan pendapat tersebut. Namun, tulisan ini tidak lebih dari upaya untuk menerapkan firman Allah, yang artinya:

“Jika kalian berselisih pendapat dalam masalah apapun maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (Qs. An Nisa’: 59)

Mayoritas ulama mewajibkan pembayaran zakat fitrah menggunakan bahan makanan dan melarang membayar zakat dengan mata uang. Di antara ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah Imam Malik, Imam As Syafi’i, dan Imam Ahmad. Bahkan Imam Malik & Imam Ahmad secara tegas menganggap tidak sah membayar zakat fitrah mengunakan mata uang.

Alasan para ulama melarang pembayaran zakat dengan mata uang.
1. Zakat fitrah adalah ibadah yang telah ditetapkan ketentuannya. Termasuk yang telah ditetapkan dalam masalah zakat adalah jenis, takaran, waktu pelaksanaan, dan tata cara pelaksanaan. Seseorang tidak boleh mengeluarkan zakat selain jenis yang telah ditetapkan, sebagaimana tidak sah membayar zakat di luar waktu yang ditetapkan.
Imam Al Haramain Al Juwaini As Syafi’i mengatakan: “Bagi Madzhab kami, zakat termasuk bentuk ibadah kepada Allah. Dan semua yang merupakan bentuk ibadah maka pelaksanaannya adalah mengikuti perintah Allah.” Kemudian beliau membuat permisalan: “Andaikan ada orang yang mengatakan kepada utusannya (wakilnya): “‘Beli pakaian!’ sementara utusan ini tahu bahwa tujuan majikannya adalah berdagang, kemudian utusan ini melihat ada barang yang lebih manfaat bagi majikannya (dari pada pakaian), maka sang utusan ini tidak berhak menyelisihi perintah majikannya. Meskipun dia melihat hal itu lebih manfaat dari pada apa yang diperintahkan, maka apa yang Allah wajibkan melalui perintahNya lebih layak untuk diikuti.”
Harta yang ada di tangan kita semuanya adalah harta Allah. Posisi manusia hanyalah sebagaimana wakil. Sementara wakil tidak berhak untuk bertindak diluar yang diperintahkan. Jika Allah memerintahkan kita untuk memberikan makanan kepada fakir miskin, namun kita selaku wakil justru memberikan selain makanan, maka sikap ini termasuk di antara bentuk pelanggaran. Dalam masalah ibadah, termasuk zakat, selayaknya kita kembalikan sepenuhnya kepada aturan Allah. Jangan sekali-sekali melibatkan campur tangan akal dalam masalah ibadah. Karena kewajiban kita adalah taat sepenuhnya. Oleh karena itu, membayar zakat fitri dengan uang berarti menyelisihi ajaran Allah dan RasulNya. Dan sebagaimana telah diketahui bersama, menunaikan ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya adalah ibadah yang tertolak.
2. Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat radhiallahu ‘anhum sudah ada mata uang dinar dan dirham. Namun yang beliau praktekan bersama para sahabat adalah membayarkan zakat fitrah menggunakan bahan makanan dan bukan menggunakan dinar atau dirham. Padahal beliau adalah orang yang paling paham akan kebutuhan umatnya, dan paling kasih sayang terhadap fakir miskin, bahkan paling kasih sayang kepada seluruh umatnya. Allah berfirman tentang beliau, yang artinya:

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Qs. At Taubah: 128)

Siapakah yang lebih memahami cara untuk mewujudkan belas kasihan melebihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Siapakah yang lebih paham tentang kebutuhan umat yang dicintainya melebihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Sebut saja misalnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu perasaan orang lain. Tapi, bukankah Allah maha tahu? Maka sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui wahyu Allah ta’ala adalah bukti akan kasih sayang dan ilmu Allah kepada hambaNya.

3. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa jenis bahan makanan, beliau tidak memberi kesimpulan: “…atau yang senilai dengan itu semua itu…” Jika dibolehkan mengganti bahan makanan dengan uang tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya. Karena beliau adalah orang yang sangat pemurah terhadap ilmu agama. Tidak mungkin hal itu akan beliau diamkan sementara ini adalah perkara agama yang penting.

Diamnya Allah ta’ala atau diamnya Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tidak menyebutkan bolehnya membayar zakat menggunakan uang, tidaklah karena Allah atau RasulNya itu lupa. Maha Suci Allah dari sifat lupa. Namun ini menunjukkan bahwa hukum tersebut dibatasi dengan apa yang Allah jelaskan. Sedangkan, selain apa yang telah Allah dan RasulNya jelaskan tidak termasuk dalam ajaran yang Allah tetapkan.

Oleh karena itu, jika telah diketahui bahwasanya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ada dinar dan dirham, sementara beliau tidak pernah menggunakan mata uang tersebut untuk membayar zakat fitrah beliau, demikian pula, beliau tidak pernah memerintahkan atau mengajarkan para sahabat untuk membayar zakat fitrah dengan mata uang, maka ini menunjukkan tidak bolehnya membayar zakat fitri menggunakan mata uang. Karena mata uang untuk pembayaran zakat fitri tidak pernah dijelaskan oleh Allah dan RasulNya. Dan sekali lagi, Allah dan RasulNya tidaklah lupa.

4. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa jenis bahan makanan dengan ukuran satu sha’ untuk pembayaran zakat fitrah. Sementara telah dipahami bersama bahwa harga masing-masing berbeda. Satu sha’ gandum jelas berbeda harganya dengan satu sha’ kurma. Demikian pula, satu sha’ anggur kering jelas berbeda harganya dengan satu sha’ keju (aqith). Padahal, jenis-jenis bahan makanan itulah yang digunakan oleh sahabat untuk membayar zakat fitri.

Maka ini menunjukkan bahwa yang dijadikan acuan adalah ukuran sha’ bahan makanan dan tidak melihat harganya.” (Syarh Muslim), sehingga Ibnul Qashar mengatakan: “Menggunakan mata uang adalah satu hal yang tidak memiliki alasan. Karena harga kurma dan harga gandum itu berbeda.” (Syarh Shahih Al Bukhari Ibn Batthal)

Ringkasnya, tidak mungkin nilai uang untuk pembayaran zakat bisa ditetapkan. Karena jenis bahan makanan yang ditetapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermacam-macam, padahal harganya berbeda-beda, sementara ukurannya sama, yaitu satu sha’. Benarlah apa yang dikatakan Ibnul Qosim Al Maliki: “Masing-masing penduduk negri mengeluarkan zakat fitrahnya menggunakan bahan makanan yang umumnya digunakan. Kurma adalah bahan makanan penduduk madinah, penduduk Mesir tidak mengeluarkan zakat kecuali bur (gandum), sampai harga bur mahal kemudian bahan makanan yang umum mereka pakai menjadi sya’ir (gandum kasar), dan boleh (untuk dijadikan zakat) bagi mereka.” (Dinukil oleh Ibnu Batthal dalam Syarh Shahih Al Bukhari, yang diambil dari kitab Al Mudawwanah)

Kesimpulan

Jika masih ada sebagian orang yang belum menerima sepenuhnya zakat fitri dengan makanan, karena beralasan bahwa uang itu lebih bermanfaat, maka mari kita analogikan kasus zakat fitrah ini dengan kasus qurban. Apa yang bisa anda bayangkan ketika daging membludak di hampir semua daerah. Bahkan sampai ada yang busuk, atau ada yang muntah dan enek ketika melihat daging. Bukankah uang seharga daging lebih mereka butuhkan? Lebih-lebih bagi mereka yang tidak doyan daging. Akankah kita katakan: “Dibolehkan berqurban dengan uang seharga daging, sebagai antisipasi untuk orang yang tidak doyan daging?” Orang yang berpendapat demikian bisa kita pastikan adalah orang yang terlalu jauh dari pemahaman agama yang benar.

Oleh karena itu, setelah dipahami pembayaran zakat fitrah hanya dengan bahan makanan, maka kita tidak boleh menggantinya dengan mata uang selama bahan makanan masih ada. Karena terdapat kaidah dalam ilmu fiqh:

لا ينتقل إلى البدل إلا عند فقد المبدل عنه

“Tidak boleh berpindah kepada ‘pengganti’ kecuali jika yang ‘asli’ tidak ada.” Yang “asli” adalah bahan makanan (beras), sedangkan “pengganti” segala sesuatu selain beras.


Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Fitrah
http://pengusahamuslim.com/belajar-islam/fiqih-umum/660-zakat-fitri-menggunakan-uang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar